Senin, 24 Desember 2012

Mengapa harus (ada) Dia?


Satu waktu ketika mengenalnya, dia masih terlihat bias dalam pipihan cermin yang berbeda
Rasanya ingin  sekali untuk memperjelas keberadaannya, wajahnya, tubuhnya, pikirannya dan hatinya..
Dia terlebih dari hantu, datang dan pergi tanpa aku tau
Dan tanpa disadari, dia merasuk kedalam celah sel sarafku, dia ada setiap kali saraf neuron ku berkontraksi..
Dia tak nyata, karenanya aku tak dapat berbicara. Sepertinya dia menyarankan-ku untuk menulis.
ketika itu, ketika aku ingin………………………………………
Aku melihat dia berbahagia dengan keberadaannya.
Dia mengajarkan cara mencintai yang hebat, oleh perasaannya maupun cerita masa lalu-nya..
Dia mengajarkan aku gila,
Ya, DIA membuat aku gila!!!

Rabu, 12 Desember 2012

10 rol kain spandex dan 3 penjahit


         Tiga bulan yang lalu saat masih memegang 2 buah ATM, kadang terisi penuh dan tak jarang limit. Seperti mesin pencetak uang, sekali limit “kring” bunyi sms banking mengirimkan transferan. Entah datangnya dari Emak (Ibu) atau kakak, yang saya tau mereka menyimpan nomer rekening tabunganku dalam phonebooknya.
          Dasar mahasiswa, skali ditransper langsung setengah dari sebulan uang jajan langsung ludes sehari. Bukan keren atau gimana, bawaannya “gatel” kalo nimbun uang lama-lama di bank.
Bumi itu bulat serasi dengan kehidupan, sayangnya kehidupan tak akan pernah kembali ke koordinat yang sama. Kehidupan juga tak semulus bumi kala dipandang dari bulan. Ada mulus, dan berkerikil seperti lulusan sarjana yang senasib dengan aku ini. Bukan tidak bahagia, yang paling berat yaitu menerka orang tua kita. Sudah merasa bangga atau bahagiakah mereka dengan bayi yang dilahirkan 22 lalu? Merasa malu atau kurang percaya diri bila satu waktu aku ingin bertanya “Ma, bahagiakah ema memiliki Kiki?” aku menunggu dan belum ada jawaban, sudah sangat jelas aku sangat bahagia dimiliki Emak. Aku termasuk anak yang gengsi untuk bermanja-manjaan sama orang tua sendiri. Bisa dihitung ema memeluk dan mencium pipi-ku, sebaliknya seperti itu. Kami menunjukan rasa kasih dengan bercanda dan saling mengejek sama lainnya. Aneh bukan? Ya, hubungan kami tidak ada yang salah. Kami bahagia.
Ini sebagian kecil alasan untuk selalu ada didekat emak, aku tak mau jauh dan menjauh dari emak sampai dia mencium pipi-ku lagi, seperti malam itu sepulang sidang skripsi emak mencium dan memeluk walau terhitung hanya beberapa detik saja, wajahku kaku tapi hatiku haru membiru. Aku juga berat meninggalkan rumah ini dan segala partikel yang ada didalamnya termasuk beberapa tukang yang pandai menjahit, puluhan tahun ikut berkeringat meng-kenyangkan perutku. Sudah terjalin hubungan mutualisme yang seirama.
Merasa ingin bertanggung jawab saja, melihat emak sudah mulai lelah mengurus semua isi partikel rumah ini. Semenjak Bapak meninggal emak mengurus semua sendiri, bukan hal yang ajaib seorang ibu biasa berubah menjadi pemimpin para penjihad (penjahit) di rumah produksi. Bisa saja melepas semua penjihad ini sama saja kita memutus harapan dan silaturahmi yang sudah dibangun lama semenjak masih ada bapak, bahkan sebelum saya lahir. Kadang hasil yang dirasa tak seberapa, tapi ya karena rasa bersyukur kita semua terasa nikmat dan dinikmati untuk kelangsungan nafas kita semua.
Menimba ilmu tidak hanya dalam pendidikan formal saja, bapak aku sekolah tak tinggi tapi dia guru sepanjang masa. Bapak pandai memikirkan strategi, memproduksi, memasarkan dan mengajarkan mendesain mimpi indah. Terbukti, kemampuannya ditiru sama kakak sulung perempuanku. Entah mungkin jiwa nya dicangkok dari jiwa bapak sebagian.  Dia wanita kuat, ya seperti bapak. Cerdas, tepat dan tegas. Dia mempunyai konveksi kecil, karena ketekunannya sekarang menjadi konveksi yang alhamdullilah bisa dibilang melebihi ilmu yang yang bapak terapkan.
Sebenarnya aku ragu-ragu dan merasa tak percaya diri turut serta dalam peperangan sengit ini (perkonveksian), seminggu ini aku di titipkan 10 rol kain spandek dan 3 penjahit dan diberi target untuk memenuhi pelanggan dengan membuat ratusan potong mukena. Dan seminggu ini juga aku menggauli benang jahit, karet, jarum, sleting dan sedikit rada kaku “menyemangati” tiga bapak yang menjahit yang dikejar target.
Pemandangan yang tak biasa aku sering bolak-balik ke tempat jahit, berkomunikasi dengan penjahit, aku tau dalam hatinya emak tersenyum melihat anak bungsu nya memilah memilih benang yang cocok dengan bahan. Tanpa berpandang mata, hatiku bergumam “Terima kasih emak memberikan kesibukan dirumah sendiri, ini kesibukan yang super. Aku belajar dari keringatmu”.
Semoga berberkah untuk semua. Terutama bapak yang telah mengamalkan ilmunya.
“Terimakasih banyak pa, aku rindu”.