Tepi pantai masih sangat luas untuk berlari, terasa lepas
bebas bukan saat kita berlari dan berteriak ditepi pantai, sekalipun kita
menangis tak akan ada orang yang terlalu mendengar karena deru ombak yang begitu
bergemuruh.
Coba melihat gunung masih terlihat gagah untuk didaki,
terlihat sangat keren bukan bila kita mampu menaklukan gunung yang sebelumnya
belum pernah terpikir untuk menggagahinya. Menikmati segala keindahanya pada
senja yang mahal, sangat syahdu seakan
alam mengerti deru hati.
Semua rasa itu sudah pernah saya nikmati, sudah saya
rasakan jauh sebelum saya ada dipersimpangan hidup seperti ini. Persimpangan
yang jauh dari rasa bebas seperti dipantai, jauh dari rasa syahdu seperti
digunung. Alam menyuruhku pulang.
Ingin sekali memberitahu-nya, kabar saya disini tak
baik-baik. Disini tak boleh berlari,
disini mereka tak mengerti kalau hanya berdiam. Banyak hal yang harus
dikerjakan untuk mempertahankan hidup. Sangat mudah memang mendengarnya “untuk
mempertahankan hidup”. Tapi saya sangat resah untuk memperjuangkan agar hidup
tetap bisa dinikmati semanis mungkin. Apa dengan menitipkan selembar ijazah
pada satu perusaahaan akan menjamin kebahagiaan? Saya pun tak enggan mencoba
menjajakan selembar ijazah yang saya pikir lama-lama kertas itu akan usang juga.
Hidup itu
bukan pilihan, lebih tepatnya adalah tuntutan. Yah, menuntutku untuk lulus
tepat waktu. Menuntutku untuk kuliah dijurusan yang bukan saya mau. Saya gagal
menjadi sarjana pendidikan, sampai saat ini keinginan untuk mengajar belum juga
diberi jalan. Yah inilah orang yang tak berani bermimipi. Mimpinya hanya
sebatas ketika ia tertidur. Cita-cita nya semasa SD, SMP, SMA, kuliah tetap
menjadi cita-cita.
Yaah,
karena kasih seorang Ibu. Dia tak membiarkanku pergi jauh, mungkin dia tak rela
jika anak bungsunya terdampar sendiri dikota orang berbekal selembar ijazah. Dia
terlalu sayang, dia tak membiarkanku berlari, dia tak membiarkanku bermimpi.
Dia hanya tak tega melihat aku gagal
dalam berkompetisi.
Saya
mengurungkan niat untuk pergi jauh melihat dunia, saya membatalkan janji dengan
kota yang ingin saya kunjungi. Saya ingin mematikan lampu kamar untuk terus
bermimpi, karena dikamar inilah saya punya mimpi yang begitu besar. Berharap ketika
saya membuka mata dan keluar kamar semuanya akan tetap baik-baik saja.